Penelitian mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (UNESA) kembali menyoroti isu strategis pendidikan anak usia dini, khususnya terkait penyelenggaraan PAUD inklusi. Studi berjudul Teacher’s Perception of the Existence of Children with Special Needs in Inclusion PAUD yang dilakukan oleh Andin Rahmawati bersama Rachma Hasibuan mengungkap bagaimana pandangan guru terhadap keberadaan anak berkebutuhan khusus (ABK) di lingkungan PAUD inklusif.
Penelitian ini berangkat dari masih kuatnya stigma negatif di masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus. ABK kerap dianggap mengganggu proses pembelajaran, bahkan dikhawatirkan berdampak buruk bagi anak reguler apabila berada dalam satu lingkungan belajar. Persepsi keliru tersebut dinilai berpotensi memengaruhi sikap dan praktik guru dalam mengelola pembelajaran di PAUD inklusi.
Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, penelitian ini melibatkan lima subjek penelitian yang terdiri dari satu kepala sekolah, dua guru PAUD, dan dua wali murid. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, serta dokumentasi kegiatan pembelajaran. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan model interaktif Miles dan Huberman, meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan secara sistematis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru PAUD inklusi memiliki persepsi yang positif terhadap keberadaan anak berkebutuhan khusus. Guru memandang ABK sebagai individu yang memiliki hak yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan yang layak dan bermakna. Kehadiran ABK justru dipahami sebagai bagian dari keberagaman peserta didik yang perlu dihargai dan difasilitasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak.
Persepsi positif tersebut terbentuk melalui pengetahuan dan pemahaman guru mengenai karakteristik anak berkebutuhan khusus. Informasi yang diperoleh melalui pelatihan, pengalaman mengajar, serta interaksi langsung dengan ABK menjadi faktor penting dalam membangun sikap penerimaan dan empati guru. Hal ini berdampak pada upaya guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, ramah, dan mendukung perkembangan semua anak.
Penelitian ini menegaskan bahwa keberhasilan PAUD inklusi sangat ditentukan oleh persepsi dan kompetensi guru. Oleh karena itu, hasil riset ini merekomendasikan penguatan literasi inklusi melalui pelatihan berkelanjutan bagi guru PAUD serta edukasi kepada orang tua dan masyarakat. Dengan demikian, PAUD inklusi tidak hanya menjadi ruang belajar bersama, tetapi juga sarana membangun sikap toleransi, empati, dan keadilan sosial sejak usia dini.