fip.unesa.ac.id, SURABAYA––Isu mengenai banyaknya guru PAUD yang masih berpendidikan SMA kembali menjadi sorotan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah kuliah S1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) benar-benar diperlukan jika di lapangan masih banyak lembaga yang menerima lulusan SMA sebagai pendidik?
Di beberapa daerah, lembaga PAUD masih kesulitan memenuhi standar kompetensi pendidik karena keterbatasan sumber daya manusia. Kondisi ini menyebabkan tenaga pendidik dari berbagai latar belakang pendidikan, bahkan lulusan SMA, ikut terjun menjadi guru PAUD. Meski demikian, regulasi nasional menetapkan bahwa guru PAUD idealnya memiliki kualifikasi minimal S1 Pendidikan Anak Usia Dini atau yang relevan.
Mahasiswa PG-PAUD melihat situasi ini sebagai paradoks antara idealisme pendidikan dan realitas di lapangan. Menurut mereka, pendidikan anak usia dini bukan sekadar menjaga dan mengawasi anak, tetapi membutuhkan kompetensi profesional yang mencakup perkembangan kognitif, sosial-emosional, literasi dini, hingga metode stimulasi motorik.
“Banyak yang masih menganggap guru PAUD hanya bermain dan menemani anak-anak, padahal ada ilmu yang kompleks di baliknya,” tutur salah satu mahasiswa PG-PAUD yang ditemui reporter.
Mahasiswa tersebut menekankan bahwa pendidikan anak usia dini adalah fondasi perkembangan jangka panjang anak. Tanpa pemahaman yang tepat, proses tumbuh kembang anak bisa tidak optimal. Kurangnya pemahaman tentang child development, assessment perkembangan, dan kurikulum PAUD bisa berdampak pada kualitas layanan pendidikan.
Selain itu, mereka menyoroti pentingnya profesionalisasi guru PAUD agar tidak dipandang sebelah mata. Kuliah S1 PG-PAUD bukan hanya untuk mendapatkan gelar, tetapi juga pengetahuan tentang pedagogi, psikologi anak, kurikulum, hingga manajemen pembelajaran berbasis kebutuhan anak.
Namun di sisi lain, mahasiswa juga memahami realitas lapangan—bahwa kesejahteraan guru PAUD masih menjadi tantangan besar. Banyak lembaga belum mampu memberikan gaji layak, sehingga mempengaruhi motivasi dan kualitas rekrutmen pendidik.
“Kalau negara ingin guru PAUD lulusan S1, maka negara juga harus siap memberi jaminan kesejahteraan bagi mereka,” ujarnya.
Diskusi ini membuka ruang refleksi bahwa pendidikan anak usia dini membutuhkan keseriusan, baik dari institusi pendidikan, pemerintah, maupun masyarakat. Guru PAUD bukan sekadar pengasuh, tetapi pendidik profesional yang membentuk pondasi generasi masa depan.
Pada akhirnya, pertanyaannya bukan lagi “Apakah lulusan SMA boleh mengajar PAUD?”, melainkan “Apakah kita siap memastikan setiap anak mendapat pendidik terbaik sejak usia dini?”
Dokumentasi: Pinterest