Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) kembali menghadirkan penelitian yang relevan dengan isu tumbuh kembang anak usia dini. Penelitian yang dilakukan oleh Qurrota Ayunin Nisa ini mengangkat tema pelaksanaan pembelajaran bagi anak usia 4–5 tahun yang mengalami speech delay di TK Al Wahyu Surabaya. Studi ini menjadi sorotan karena meningkatnya kasus keterlambatan bicara pada anak usia dini dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam penelitiannya, Qurrota menegaskan bahwa perkembangan bahasa merupakan aspek fundamental dalam proses tumbuh kembang anak. Bahasa berperan sebagai sarana utama anak untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Fenomena speech delay yang terus meningkat sejak 2018 menunjukkan perlunya strategi pembelajaran yang tepat, terarah, dan berkelanjutan, khususnya di lembaga pendidikan anak usia dini yang menangani anak berkebutuhan khusus.
TK Al Wahyu Surabaya menjadi lokasi penelitian karena komitmennya dalam memberikan layanan pendidikan inklusif. Sekolah ini bekerja sama dengan Organisasi Penggerak QIS bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam mengawasi serta mendampingi pelaksanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Kolaborasi ini bertujuan memastikan stimulasi dan metode pembelajaran yang digunakan sesuai dengan kebutuhan anak yang mengalami keterlambatan bicara.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Dari tujuh anak yang teridentifikasi mengalami speech delay, dua anak dipilih sebagai responden utama. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi, sementara analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa TK Al Wahyu Surabaya menerapkan tiga metode utama dalam pembelajaran anak dengan speech delay, yaitu metode pembiasaan, metode bercerita, dan metode tanya jawab dengan respon. Metode pembiasaan dilakukan secara konsisten pada awal, tengah, dan akhir pembelajaran melalui lagu, doa, dan tepuk. Metode bercerita diterapkan baik dengan mendorong anak menceritakan pengalaman sederhana maupun melalui cerita yang disampaikan guru menggunakan buku cerita. Sementara itu, metode tanya jawab dengan respon dilakukan secara fleksibel, di mana guru secara langsung mengoreksi pelafalan kata anak dengan cara yang edukatif dan suportif.
Penerapan ketiga metode tersebut terbukti memberikan dampak positif terhadap perkembangan bahasa anak. Anak-anak yang mengalami speech delay mulai menunjukkan peningkatan dalam melafalkan doa serta kata-kata sehari-hari dengan lebih jelas dibandingkan sebelumnya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pendidik PAUD, orang tua, dan pemangku kebijakan dalam merancang pembelajaran yang efektif bagi anak dengan keterlambatan bicara, sekaligus memperkuat peran Universitas Negeri Surabaya dalam pengembangan pendidikan inklusif berbasis riset.