fip.unesa.ac.id – Penelitian tesis komparatif dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) telah mengungkap temuan penting mengenai efektivitas model pembelajaran inovatif, Project-Based Learning (PjBL) dan Problem-Based Learning (PBL), dalam meningkatkan motivasi siswa SMP di Surabaya. Studi kualitatif mendalam di SMP Katolik Angelus Custos 1 (beretos keunggulan) dan SMP Wachid Hasyim 1 (beretos sosial-religius) menyimpulkan bahwa kedua model ini berhasil menggeser fokus motivasi siswa dari ekstrinsik (nilai) ke intrinsik. Keberhasilan ini terutama didorong oleh tiga faktor psikologis universal: Otonomi, Kompetensi, dan Afiliasi.
Analisis lintas situs menunjukkan bahwa Otonomi dan Kompetensi adalah pemicu motivasi paling dominan di kedua sekolah. Siswa di kedua SMP merasa termotivasi ketika mereka diberikan kendali atas proses belajar, seperti memilih cara kerja, alat, atau solusi. Pengalaman berhasil menyelesaikan proyek atau memecahkan masalah kompleks secara mandiri menumbuhkan rasa kompetensi yang tinggi (self-efficacy), yang menjadi sumber kepuasan terbesar, melampaui kepuasan mendapat nilai bagus.
Meskipun faktor motivasi intrisik dasarnya sama, etos sekolah memoderasi orientasi motivasi siswa. Di SMP Katolik Angelus Custos 1, motivasi intrinsik diarahkan pada keunggulan, inovasi, dan pengakuan prestasi individu. Siswa di sana sangat termotivasi oleh harapan untuk menghasilkan produk yang terbaik atau paling kreatif dan mendapatkan apresiasi publik. Sebaliknya, di SMP Wachid Hasyim 1, motivasi intrinsik diarahkan pada tanggung jawab sosial dan kontribusi komunal (khidmah). Siswa termotivasi oleh nilai amal saleh dan manfaat produk bagi komunitas, serta proses musyawarah untuk solusi etis.
Secara pedagogis, model PjBL dan PBL memberikan peran yang berbeda. PjBL terbukti lebih efektif dalam memicu kreativitas dan motivasi output (siswa ingin mencipta produk nyata), karena pengalaman menciptakan sesuatu yang nyata membuat materi lebih melekat di kepala dan meningkatkan rasa percaya diri. Sementara itu, PBL lebih efektif dalam memicu analisis kritis dan motivasi inquiry (siswa ingin memahami akar masalah), terutama ketika masalah yang disajikan relevan dengan isu-isu kehidupan nyata atau sosial lokal.
Temuan ini menegaskan tantangan utama dalam implementasi: manajemen waktu proyek dan distribusi tanggung jawab yang tidak merata dalam kelompok menjadi kendala umum di kedua sekolah. Oleh karena itu, keberhasilan pembelajaran aktif ini sangat bergantung pada peran guru sebagai fasilitator, yang harus secara konsisten memberikan umpan balik konstruktif yang berfokus pada proses dan menyediakan otonomi yang terstruktur agar tantangan tidak membebani motivasi siswa.
Sebagai kesimpulan, penelitian ini merekomendasikan Dinas Pendidikan dan sekolah-sekolah di Surabaya untuk memanfaatkan model PjBL dan PBL sebagai strategi kurikulum utama, namun dengan penyesuaian untuk mengintegrasikan etos sekolah. Dengan demikian, inovasi pembelajaran tidak hanya meningkatkan kompetensi siswa abad ke-21 , tetapi juga berhasil menanamkan nilai-nilai inti institusi ke dalam pengalaman belajar, menciptakan generasi yang mandiri, adaptif, dan termotivasi secara intrinsik.
Peneliti : Banu Atmoko