Konferensi Internasional BK UNESA 2025 Hadirkan Empat Pakar Dunia Bahas Masa Depan Konseling

fip.unesa.ac.id, SURABAYA—Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (FIP UNESA) sukses menyelenggarakan 3rd International Conference on Guidance and Counseling 2025, pada Kamis-Jumat, 18-19 September 2025 di Auditorium O1 lt. 2, FIP UNESA.

Kegiatan ini menghadirkan empat pakar bimbingan dan konseling (BK) dari dalam maupun luar negeri. Konferensi menjadi ruang strategis untuk menegaskan peran konseling dalam menjawab tantangan global, sosial, hingga psikologis masa kini.

Pada hari pertama, Prof. Mochamad Nursalim, M.Si. selaku Dekan FIP UNESA membuka konferensi dengan paparan berjudul “Prospective Vision of School Counseling in Indonesia”. Ia menyoroti isu krisis kesehatan mental remaja, rasio konselor-siswa yang belum seimbang, serta stigma bahwa BK hanya ditujukan bagi siswa bermasalah.
“Visi kita bukan sekadar membimbing siswa di sekolah, tetapi membekali mereka dengan kompas untuk menavigasi kehidupan,” tegasnya.

Dilanjutkan oleh Prof. Datuk Dr. Mohd Tajudin Md. Ninggal dari Open University Malaysia, yang menekankan pentingnya konseling berlandaskan keprofesian dan berlisensi agar mampu menjawab tantangan lintas negara. Ia menambahkan, kolaborasi regional sangat diperlukan untuk memperkuat jaringan konselor Asia Tenggara dalam menghadapi isu kesehatan mental global.

Sementara itu, Jacqueline Katen S. Undurraga, Ph.D. dari University of Edinburgh, Inggris, mengusung perspektif dekolonial dalam praktik konseling. Ia mengajak audiens untuk mengkritisi dominasi paradigma konseling Barat dan mendorong integrasi kearifan lokal.
“Dekolonisasi berarti membuka ruang bagi narasi lain, agar konseling lebih relevan dengan konteks budaya tempat ia diterapkan,” jelasnya.

Konferensi ditutup oleh Dr. Laura Anne Winter dari University of Manchester dengan keynote “The Personal is Political: Social Justice and Politics in Psychological Therapies”. Ia menegaskan bahwa faktor sosial-politik seperti kemiskinan, diskriminasi, dan ketidakadilan struktural berpengaruh besar pada kesehatan mental.
“Psikologi secara tradisional mengabaikan politik. Ada budaya diam yang menyesakkan, padahal jelas hal itu memengaruhi pekerjaan kita,” ungkapnya.

Dengan hadirnya empat perspektif tersebut, konferensi ini membuka wawasan bahwa konseling tidak hanya berkaitan dengan relasi individu, tetapi juga erat dengan isu sosial, budaya, dan politik yang lebih luas. UNESA menegaskan posisinya sebagai pusat rujukan akademik internasional dalam pengembangan bimbingan konseling yang humanis, inklusif, dan relevan dengan tantangan abad ke-21.

Penulis: Zahira Auliya Soekandar (PGSD)

Editor: Nelly Najwa (PGSD)

Dokumentasi: Viona (BK)