fip.unesa.ac.id – Di era ketika kecerdasan buatan berkembang lebih cepat daripada kapasitas manusia untuk mengantisipasinya, universitas berdiri pada persimpangan penting dalam sejarah. Teknologi telah mengubah cara kita bekerja, belajar, dan berinteraksi, namun perubahan ini juga membawa risiko sosial yang tidak bisa diabaikan. Masyarakat menuntut kepemimpinan intelektual yang mampu menjelaskan arah perkembangan AI dan memastikan bahwa inovasi tetap bergerak dalam koridor etika. Di sinilah universitas harus mengambil peran strategis: bukan hanya sebagai pusat pembelajaran, tetapi sebagai penjaga nilai kemanusiaan.
AI membuka peluang besar dalam penelitian, otomatisasi, dan transformasi industri, tetapi juga menghadirkan tantangan berupa ketimpangan akses, disinformasi, bias algoritmik, hingga ancaman terhadap privasi. Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab sosial untuk memastikan bahwa mahasiswa, peneliti, dan masyarakat memahami implikasi ini. Mereka dituntut untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang tidak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga bijak secara moral.
Universitas saat ini perlu memosisikan diri sebagai institusi yang membangun literasi AI bagi seluruh pemangku kepentingan. Ini bukan sekadar mengajarkan cara menggunakan model generatif atau algoritma, melainkan menanamkan kesadaran tentang dampak sosialnya. Mahasiswa perlu dibekali kemampuan menilai, mengkritisi, dan mengarahkan teknologi agar tetap mencerminkan nilai kemanusiaan. Masyarakat membutuhkan ruang dialog ilmiah yang jernih dan dapat dipercaya, sesuatu yang selama ini menjadi kekuatan perguruan tinggi.
Dalam konteks penelitian, universitas memainkan peran kunci dalam mengembangkan AI yang lebih etis dan bertanggung jawab. Perguruan tinggi memiliki kebebasan akademik yang memungkinkan riset dilakukan tanpa tekanan pasar, sehingga fokus dapat diarahkan pada kepentingan publik. Mereka dapat menjadi inkubator bagi solusi yang mengutamakan keadilan, keamanan data, dan inklusivitas. Dengan demikian, universitas bukan hanya pengembang teknologi, tetapi juga pengendali moral kemajuannya.
Untuk itu, integrasi etika dan AI harus menjadi prioritas kurikulum. Tidak lagi cukup mengajarkan teknik pemrograman atau teori data. Mahasiswa teknik perlu memahami filsafat teknologi, hukum digital, dan dampak sosial. Di sisi lain, mahasiswa dari ilmu sosial dan humaniora perlu memahami dasar-dasar AI agar dapat berkontribusi dalam diskusi lintas disiplin. Pendidikan tinggi di era AI menuntut pendekatan holistik, bukan silo keilmuan.
Universitas juga memiliki tanggung jawab untuk memperkuat ekosistem inovasi yang berkelanjutan. Melalui pusat riset, inkubator, dan kemitraan industri, kampus dapat mengarahkan perkembangan AI yang menjawab masalah nyata: dari kesehatan, pertanian, hingga mitigasi bencana. Kolaborasi strategis ini memastikan bahwa riset teknologi tidak berhenti pada paten atau publikasi, tetapi menjadi solusi konkret yang memberi dampak sosial.
Dalam perannya sebagai benteng moral masyarakat, universitas harus berani menyuarakan pandangan berbasis data dan penelitian, terutama dalam isu sensitif seperti regulasi AI dan privasi digital. Di tengah derasnya informasi yang sering dipenuhi opini tanpa dasar, perguruan tinggi harus menjadi sumber kebenaran yang berimbang dan rasional. Inilah wujud paling nyata dari tanggung jawab sosial akademik.
Pengembangan kapasitas dosen dan tenaga pendidik juga tidak boleh diabaikan. AI menuntut pendekatan pengajaran baru, mulai dari penggunaan alat AI secara bertanggung jawab hingga metode penilaian yang adaptif. Dosen perlu menjadi role model dalam literasi digital, integritas akademik, dan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan sekadar efisiensi.
Di tingkat manajemen, universitas harus memiliki strategi jangka panjang dalam menghadapi transformasi digital. Ini mencakup tata kelola data kampus, kebijakan penggunaan AI, keamanan informasi, serta komitmen terhadap prinsip keberlanjutan dan keadilan. Keputusan yang diambil hari ini akan menentukan apakah kampus siap menjadi pemimpin atau hanya pengikut dalam perubahan besar ini.
Pada akhirnya, peran universitas dalam era kecerdasan buatan adalah tentang menjaga keseimbangan: mengakselerasi inovasi tanpa mengorbankan nilai kemanusiaan. Dengan visi yang kuat, riset yang berintegritas, dan komitmen terhadap tanggung jawab sosial, perguruan tinggi dapat memastikan bahwa AI tidak hanya mempercepat kemajuan, tetapi juga memperluas kesempatan dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Di tengah gelombang teknologi yang kian besar, universitas adalah kompas moral yang menuntun masyarakat menuju masa depan yang lebih adil, cerdas, dan berkelanjutan.
Panulis: Alifa
Gambar: Freepik