fip.unesa.ac.id – Surabaya, “Teknologi bukan untuk ditakuti melainkan teknologi harus dijadikan peluang kita untuk memperbaiki dan mengembangkan pendidikan” ujar Ibu Siti Ina Savira, S.Psi., M.EdCp. saat menjadi moderator penyampaian materi bersama Keynote Speakers.
Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) – Universitas Negeri
Surabaya telah berhasil menggelar event The 3rd ICEI (International
Conference on Education Innovation) 2019 di Hotel Wyndham Suarabaya pada Sabtu, 24 Agustus 2019 ini
mengangkat tema “Empowering
Education in Society 5.0 Era”.
Kegiatan ini dinyatakan telah dibuka ditandai oleh adanya
pemukulan Gong yang dilakukan secara bergantian diawali oleh bapak Wakil Rektor
bidang Akademik Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd; Prof H. Ahmad Sonhadji K.H.,
M.A., P.hD,; Drs. M. Nursalim, M.Si,; dan Drs. Wagino, M.Pd
Kegiatan ini dihadiri oleh 250 orang yang terdiri atas
133 presenter, 22 undangan, dan 95 mahasiswa S1. Para tamu undangan tersebut
terdiri atas bapak Wakil Rektor bidang Akademik yaitu Prof. Dr. Bambang Yulianto,
M.Pd selaku wakil dari birokrasi Rektorat, serta Jajaran Pendidik dan Tenaga
Pendidik FIP.
Seperti tujuan utama dari Seminar International ini yaitu untuk
menjembatani para ilmuwan, ahli dan praktisi pendidikan serta mahasiswa untuk berbagi
ide dan masalah tentang pengetahuan teoritis dan praktis dalam dunia pendidikan
(Teknologi Pendidikan, Manajemen Pendidikan, Psikologi Pendidikan, Bimbingan
dan Konseling, Pendidikan Dasar, Pendidikan Luar Biasa, Pendidikan Non-formal,
dan Pendidikan Anak Usia Dini) maka diundanglah sejumlah pembicara dari
kalangan akademisi dan peneliti pada dunia Pendidikan. Para ahli -yang
bertindak sebagai Keynote Speaker- pada the 3rd ICEI 2019 ini adalah
- Prof. H. Ahmad
Sonhadji K.H., M.A., P.hD dari Universitas Negeri Malang, Indonesia. - Assoc. Prof. Dr.
Susan Ledger dari Murdoch University, Australia - Bambang
Sumintono, P.hD dari University of Malaya, Malaysia
Prof. H. Ahmad Sonhadji
selaku pembicara pertama menyampaikan
bahwa di era
5.O ini Pendidikan Tinggi semakin mempunyai tantangan luar biasa
sehingga harus mampu mengemban peran penting dalam mempersiapkan mahasiswanya
menghadapi segala kedisrupsian era ini. “Digital
maket place semakin mengharuskan setiap orang untuk dapat cerdas mengendalikan
kemajuan teknologi tersebut. Yang ada adalah manusia yang mengendalikan Teknologi,
bukan teknologi yang mengendalikan manusia.” Tambahan dari bapak yang
mengenakan setelan jas berwarna coklat dan berdasi motif garis-garis tersebut.
Bambang
Sumintono, P.hD University of Malaya, Malaysia yang berjudul Leading School
Turnaround in a Developing Country: a case study in Indonesia. Pemateri yang
mengenakan kemeja batik berwarna biru tersebut membahas poin yang berbeda dari
dua pemateri lain, beliau menyampaikan tentang bagaimana memimpin sekolah yang
berkelas menengah ke bawah di negara berkembang ini, dan studi kasus yang ada
di negara Indonesia. Dari pembahasannya dapat disimpulkan bahwa kondisi sekolah
menengah ke bawah ini cukup memprihatinkan yang mana kemampuan material masih
belum bisa mencukupi pengembangan serta pengadaan/aksesibilitas teknologi
digital yang membutuhkan modal lumayan besar. Oleh karena itu kepemimpinan
sekolah memegang peranan penting dalam menciptakan kondisi
untuk perbaikan dan perubahan yang langgeng mengacu pada sekolah yang telah
secara signifikan meningkatkan kinerjanya dari ambang batas rendah
Assoc.
Prof. Dr. Susan Ledger. Murdoch University, Australia
menyampaikan penelitiannya yang berjudul Simulation in Higher Education:
Choice, Challenges and Changing Practices. Dr Susan Ledger yang berasal dari
Murdoch University, Western Australia menyampaikan bahwa dikatakan banyak lembaga menemukan diri mereka tidak menyadari
keragaman teknologi di dalam universitas mereka sendiri mereka mencari bimbingan
dan dukungan dari pihak eksternal daripada keahlian lokal dengan itu dapat
disimpulkan Simulation artinya proses
simulasi
kurang dimanfaatkan oleh guru secara maksimal, Choice
artinya pilihan
pembelajaran
harus transformatif bukan substitusi, Challenges artinya
tantangan
yang ada perlu
diprediksi dan menantang, Changing Practices artinya ketika mengubah praktik
membutuhkan perencanaan dan visi. Oleh karena itu pula Dr Susan Ledger mengembangakan pemanfaatan teknologi
yang semula hanya ada dalam ruang kelas dirubah menjadi teknologi sebagai ruang
kelas yang biasanya disebut Classroom Avatars >> SimLab@Murdoch –
Australian Site License (Mursion). Simulasi Kelas Avatar ini merepresentasikan visual pengguna, menjadi
suatu alter
ego atau karakter tertentu. Setelah pemaparan materi dari para keynote speakers agenda
seminar berikutnya ialah penyampaian materi dari para speakers di ruangan
masing-masing.
“harapannya, agar kedepan bisa lebih bekerja sama lagi
dengan UNESA untuk mengadakan research bersama. Karena yang namanya networking
itu bukan hanya saling mengenal tetapi tentang bagaimana saling berbagi, anda
membagi sesuatu dan yang lain membagi sesuatu kepada anda. Kerja sama dengan
dosen dan mahasiswa di UNESA” sahut sang pembicara, Bambang Sumintono seorang lulusan
Victoria University of Wellington.
“sangat
menginspirasi dan menjadi pengalaman berharga bagi saya, semoga ICEI dapat
terus terlaksana dengan kualitas yang meningkat pula.” ujar peserta sekaligus
presenter ICEI 2019, M. Fahmi Zakariyah Mahasiswa S1 PLS-2015.