Banu Atmoko, mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya, berhasil melakukan penelitian tentang implementasi dua model pembelajaran inovatif: Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL). Studi ini dilakukan di SMP Katolik Anggelus Custos 1 dan SMP Wachid Hasyim 1 Surabaya dengan fokus pada eksplorasi pengalaman dan persepsi siswa terhadap faktor-faktor motivasi dalam kedua model pembelajaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi PjBL dan PBL di kedua sekolah berjalan baik, dengan variasi penerapan sesuai karakteristik institusi. Model PjBL dipandang mampu menciptakan pengalaman belajar berpusat pada produk nyata, mendorong otonomi siswa, dan menumbuhkan motivasi intrinsik melalui kepuasan penciptaan serta kebanggaan terhadap hasil karya. Sedangkan PBL sangat efektif dalam memicu rasa ingin tahu dan tantangan intelektual melalui pemecahan masalah otentik di dunia nyata.
Siswa dari kedua sekolah menyatakan bahwa model pembelajaran PjBL dan PBL jauh lebih memotivasi dibanding metode konvensional. Peningkatan motivasi diidentifikasi berdasarkan beberapa faktor utama seperti otonomi dan kepemilikan belajar, relevansi konten yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, interaksi sosial dan kerja tim, serta adanya umpan balik yang konstruktif dari guru maupun rekan sejawat.
Faktor motivasi lain yang cukup menonjol adalah kolaborasi antarsiswa dalam kelompok proyek dan pemecahan masalah. Proses diskusi, kerjasama, dan saling membantu antaranggota tim terbukti mengurangi kecemasan akademik dan meningkatkan semangat belajar bersama dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Model PjBL secara khusus memperkuat motivasi melalui umpan balik berkelanjutan dan kepuasan atas pencapaian proyek nyata. Sementara PBL menetapkan tantangan intelektual dan kebutuhan menemukan solusi sebagai sumber motivasi yang mendalam. Siswa mengakui bahwa pengalaman menantang dalam menyelesaikan masalah memberikan kepuasan belajar yang berkesan di sepanjang proses pembelajaran.
Penelitian juga mengungkap bahwa kondisi kontekstual sekolah—seperti budaya akademik, dukungan guru, penekanan pada produk atau proses, dan ketersediaan fasilitas—memainkan peran penting dalam membentuk tingkat motivasi siswa. Sekolah dengan kurikulum dan sumber daya yang lebih memfasilitasi penerapan model cenderung menghasilkan tingkat motivasi yang lebih tinggi.
Meskipun terdapat perbedaan kecil antara SMP Katolik Anggelus Custos 1 dan SMP Wachid Hasyim 1, secara umum motivasi siswa untuk belajar dapat tumbuh optimal ketika guru dan institusi memberikan kebebasan memilih proyek, merancang solusi, dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan pembelajaran.
Kesimpulan penelitian ini menegaskan eksistensi model PjBL dan PBL sebagai strategi pembelajaran efektif dalam membangun motivasi belajar siswa, terutama melalui faktor-faktor otonomi, relevansi, kolaborasi, umpan balik, dan tantangan proses. Industri pendidikan diharapkan dapat mengadopsi dan mengembangkan model ini secara lebih luas untuk meningkatkan kualitas belajar siswa di berbagai jenjang pendidikan.