Mengapa Sekolah Dasar Masih Kekurangan Guru BK dan Siapa yang Menjadi Pendamping Anak Saat Membutuhkan?

fip.unesa.ac.id, SURABAYA––Ketersediaan guru Bimbingan Konseling (BK) di Sekolah Dasar (SD) masih menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan. Banyak SD, terutama di wilayah perkotaan dan daerah terpencil, hanya memiliki satu guru BK atau bahkan tidak sama sekali. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan penting: siapa yang akan menjadi pendamping anak saat mereka membutuhkan bimbingan emosional, sosial, maupun akademik?

Mahasiswa BK UNESA, Fanzha Erza, menyoroti pentingnya kehadiran guru BK sejak jenjang pendidikan dasar.

“Anak SD sedang berada pada tahap perkembangan emosional dan sosial yang krusial. Kurangnya guru BK di sekolah membuat anak tidak memiliki tempat untuk berbicara, mengungkapkan masalah, atau belajar mengelola emosinya. Hal ini bisa berdampak jangka panjang terhadap perkembangan karakter dan prestasi belajar mereka,” ujar Fanzha.

Menurut Fanzha, guru BK berperan sebagai teman curhat, mediator konflik, serta pendamping pengembangan karakter anak. Tanpa kehadiran guru BK, tanggung jawab ini sering kali jatuh kepada guru kelas, yang walaupun peduli, tidak memiliki waktu dan pelatihan khusus untuk menangani isu emosional atau sosial secara mendalam.

Mahasiswa BK lainnya menambahkan bahwa keberadaan guru BK juga penting dalam pencegahan masalah yang lebih serius, seperti bullying, kecemasan, atau stres akademik. Program konseling, pembinaan karakter, serta edukasi tentang keterampilan sosial dan pengelolaan emosi sangat sulit diterapkan tanpa guru yang terlatih secara khusus.

Fanzha menekankan bahwa solusi jangka panjang diperlukan. “Sekolah dan pemerintah harus memastikan setiap SD memiliki guru BK minimal satu orang yang berdedikasi. Selain itu, pelatihan guru kelas tentang dasar-dasar bimbingan konseling bisa menjadi langkah sementara untuk mendukung anak-anak,” katanya.

Isu kurangnya guru BK di SD bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas bimbingan yang diterima siswa. Dengan guru BK yang memadai, anak-anak memiliki tempat aman untuk belajar mengelola emosi, menyelesaikan konflik, dan mengembangkan diri secara optimal, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi generasi yang sehat secara emosional dan sosial.

Dokumentasi: Pinterest