Melawan Speech Delay: Tiga Metode Efektif TK Al Wahyu Selamatkan Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

fip.unesa.ac.id – Keterlambatan bicara atau Speech Delay pada anak usia dini terus menjadi masalah yang meningkat, dengan jumlah kasus yang bertambah setiap tahun sejak 2018. Fenomena ini menjadi perhatian utama TK Al Wahyu Surabaya, yang bahkan mencatat adanya 7 anak mengalami gangguan ini pada tahun ajaran 2022-2023. Studi kasus kualitatif yang berfokus pada anak usia 4-5 tahun di TK tersebut mengungkap adanya intervensi pembelajaran yang efektif , terutama berkat kerja sama sekolah dengan Organisasi Penggerak QIS dan Kemendikbud dalam mengawasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan sekolah dapat menunjang perkembangan bicara anak.

Penelitian ini mengidentifikasi tiga metode pembelajaran utama yang diterapkan TK Al Wahyu untuk menstimulasi kemampuan bicara anak dengan Speech Delay: Metode Pembiasaan, Metode Bercerita, dan Metode Tanya Jawab dengan Respon. Metode Pembiasaan dilakukan di awal, saat istirahat, dan akhir pembelajaran dengan menggunakan lagu, tepuk, dan doa. Metode ini terbukti membantu anak yang awalnya diam menjadi mulai percaya diri untuk bernyanyi dan melafalkan doa. Selanjutnya, Metode Bercerita terbagi menjadi guru bercerita menggunakan buku dan anak menceritakan pengalaman pribadinya, yang efektif meningkatkan perkembangan Bahasa Impresif dan Ekspresif anak.

Yang paling efektif adalah Metode Tanya Jawab dengan Respon, yang dilakukan kapan saja dan menuntut anak untuk merespons pertanyaan dengan kata atau kalimat. Jika pelafalan anak kurang tepat (misalnya menjawab “ti” untuk “roti”), guru akan segera mengoreksi kata atau kalimat tersebut. Metode ini dinilai paling efektif untuk menstimulasi bicara karena melatih anak untuk berkomunikasi dua arah. Setelah anak diberikan ketiga metode tersebut, mereka mulai melafalkan doa dan kata sehari-hari lebih baik dari sebelumnya.

Namun, studi kasus terhadap subjek ZN dan KW menyoroti bahwa masalah Speech Delay pada anak-anak ini sebagian besar disebabkan oleh pola asuh orang tua. Kasus ZN dipengaruhi oleh pola komunikasi protektif; orang tua terlalu takut memberikan stimulasi berlebihan (seperti komunikasi dua arah) karena ZN menderita epilepsi, sehingga anak terbiasa menggunakan bahasa isyarat. Sementara itu, kasus KW disebabkan oleh penggunaan gadget sejak usia 3 bulan, yang membuatnya pasif, sulit bersosialisasi, dan menghambat perkembangan motorik dan bahasa.

Kesimpulan utama yang ditekankan adalah bahwa meskipun stimulasi di sekolah sangat efektif, perkembangan maksimal dicapai ketika ada koordinasi dan kerjasama yang kuat antara pendidik dan orang tua. Orang tua yang proaktif (seperti ibu ZN dan KW) berkoordinasi dengan guru dan terapis untuk menerapkan Metode Tanya Jawab dengan Respon dan mengurangi gadget, sehingga anak menunjukkan perkembangan yang pesat dan signifikan. Sebaliknya, kurangnya peran orang tua dalam memberikan stimulasi di rumah, seperti terus memberikan gadget ketika anak rewel, dapat menjadi penghambat terbesar bagi perkembangan bicara anak.

Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran dengan metode Pembiasaan, Bercerita, dan Tanya Jawab dengan Respon yang didukung Individual Education Program (IEP) terbukti efektif menghasilkan perubahan positif dalam kemampuan bicara anak. Penelitian ini merekomendasikan bahwa orang tua sebaiknya lebih giat melakukan stimulasi dan segera berkonsultasi dengan dokter tumbuh kembang jika ada keterlambatan. Pendidik pun perlu memberikan perbedaan penanganan yang lebih giat dan menjalin kerjasama erat dengan orang tua untuk mencapai hasil yang maksimal.

Peneliti : QURROTA AYUNIN NISA