Ketika Kafe Berubah Jadi Ruang Kuliah Alternatif Mahasiswa Zaman Sekarang

 fip.unesa.ac.id, SURABAYA—Aroma kopi yang baru diseduh, dentingan sendok di cangkir, dan alunan musik akustik pelan menjadi latar yang kini akrab bagi mahasiswa di tengah deadline tugas yang menumpuk. Bukan di perpustakaan, bukan pula di kamar kos, melainkan di kafe. Tempat yang dulu identik dengan bersantai kini berubah menjadi “ruang kerja kedua” bagi banyak mahasiswa untuk berpacu dengan waktu sambil meneguk secangkir kopi.

Bagi sebagian mahasiswa, kafe bukan hanya sekadar tempat nongkrong, melainkan ruang produktif yang memberi suasana berbeda dari hiruk-pikuk kampus. Pencahayaan hangat, aroma biji kopi yang menenangkan, serta interior estetik menciptakan suasana yang mendukung konsentrasi dan inspirasi. Banyak yang mengaku, ide kreatif justru muncul saat mereka duduk di sudut kafe dengan laptop terbuka dan playlist favorit mengalun di telinga.

“Belajar di kafe itu rasanya lebih ringan, lebih santai tapi tetap fokus. Kadang suasananya justru bikin semangat ngerjain tugas,” ungkap Mustika, mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan yang kerap menghabiskan sore di kafe sekitar kampus.

Fenomena “belajar di kafe” kini menjadi bagian dari gaya hidup mahasiswa modern. Suara musik lembut dan interaksi sederhana dengan barista atau pengunjung lain justru membantu mereka mengurangi rasa jenuh akibat rutinitas kuliah. Beberapa kafe bahkan mendukung tren ini dengan menambah fasilitas ramah pelajar, mulai dari Wi-Fi cepat, stopkontak di setiap meja, ruangan berpendingin udara, hingga pojok tenang khusus untuk bekerja atau belajar.

Selain itu, banyak kafe di sekitar kampus kini menyesuaikan diri dengan kebutuhan mahasiswa. Mereka menghadirkan paket hemat bertema “Ngopi Sambil Nugas”, promo diskon untuk pelajar, hingga jam buka yang lebih panjang menjelang masa ujian. Tidak jarang, suasana kafe di malam hari justru berubah menjadi semacam coworking space dadakan, di mana mahasiswa dari berbagai jurusan duduk berdampingan dengan laptop masing-masing, tenggelam dalam tumpukan referensi dan file tugas.

Namun, kebiasaan belajar di kafe juga memiliki sisi lain. Tidak semua mahasiswa bisa fokus di tengah lalu-lalang pengunjung atau suara obrolan yang kadang tak bisa dihindari. Belum lagi godaan untuk terlalu lama bersosialisasi atau bermain gawai, yang bisa mengganggu produktivitas. Biaya tambahan untuk membeli minuman atau makanan juga menjadi pertimbangan tersendiri. Meski begitu, bagi sebagian mahasiswa, suasana kafe tetap menjadi “ruang aman” yang memadukan produktivitas dan relaksasi secara seimbang.

Menariknya, tren ini juga menunjukkan bagaimana generasi muda beradaptasi terhadap perubahan lingkungan belajar. Di era digital yang serba cepat, mahasiswa tidak lagi terpaku pada satu ruang formal untuk belajar. Mereka mampu menciptakan zona produktif di mana saja, bahkan di tengah aroma kopi dan gemericik mesin espresso.

“Yang penting bukan di mana belajarnya, tapi bagaimana kita bisa nyaman dan fokus. Kadang suasana baru seperti di kafe bisa bikin semangat nugas lagi,” tutur Dera, mahasiswa lainnya.

Dengan semakin banyaknya kafe yang mengadopsi konsep study-friendly, batas antara tempat bersantai dan tempat belajar pun semakin kabur. Kafe kini menjadi bagian dari keseharian mahasiswa, tempat di mana tugas diselesaikan, ide lahir, dan mimpi mulai dirancang di antara kepulan uap kopi.

Belajar di kafe bukan sekadar tren, tetapi simbol perubahan cara berpikir generasi muda. Mereka mencari keseimbangan antara tekanan akademik dan kebutuhan akan ketenangan mental. Di tengah aroma kopi dan cahaya hangat lampu kafe, mahasiswa belajar satu hal penting: bahwa produktivitas tidak harus selalu lahir di tempat yang kaku dan sunyi, melainkan di mana pun hati merasa tenang.

Penulis: Fadhila Ramadani (MP)
Editor: Nelly Najwa (PGSD)
Dokumentasi: Pinterest