fip.unesa.ac.id, SURABAYA- Menjadi dosen tamu di Universiti Brunei Darussalam (UBD), dosen Bimbingan dan Konseling (BK) Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (FIP UNESA), Muhamad Afifuddin Ghozali, S.Pd., M.Couns., Gr., memberikan dua topik materi sekaligus sesuai dengan bidangnya, yakni terkait pengalaman beliau selama menjadi mahasiswa dari Indonesia yang berkuliah di Negeri Petro Dollar itu, dan dilanjutkan dengan materi pelayanan-pelayanan apa saja atau bagaimana jalannya Bimbingan dan Konseling di Indonesia.
Dari paparan yang disampaikan Muhamad Afifuddin Ghozali, S.Pd., M.Couns., Gr., terdapat perbedaan konseling antara Indonesia dan Brunei. Perbedaan tersebut tampak pada alumini program bimbingan dan konseling, Di Indonesia pangsa pasar lulusan Bimbingan dan Konseling rata-rata menjadi guru BK di sekolah. Sedangkan, lulusan Bimbingan dan Konseling di Brunei tidak hanya menjadi guru BK, melainkan dapat menjadi school counselor juga. Selain itu, banyak juga yang menjadi konselor di luar sekolah, seperti konseling psikologi.
Secara keseluruhan, pendekatan yang digunakan di Brunei dan di Indonesia dalam menangani pasien memiliki kesamaan yang cukup signifikan. Namun, menurut pandangannya, terdapat perbedaan yang mencolok dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Secara umum, pendekatannya memang hampir serupa,” jelasnya, “tetapi yang menjadi perhatian adalah bahwa dalam hal keilmuan, Indonesia tampak sedikit tertinggal dibandingkan dengan Brunei. Di Brunei, mereka telah menyajikan dan menerapkan semua pendekatan yang tersedia secara komprehensif dan mutakhir, sementara di Indonesia, implementasinya mungkin belum sejalan dengan perkembangan terbaru di bidang tersebut.”
Selain itu, ia memaparkan penggunaan teknologi dalam perkuliahan justru lebih maju di Indonesia dari pada di Brunei. Sebab, di Indonesia sebelumnya sudah ada penerapan online course, sedangkan di Brunei mereka lebih condong face to face. Hal ini juga merupakan dampak dari pandemi Covid-19 yang membuat perkuliahan di Brunei harus menggunakan bantuan teknologi untuk pembelajaran. “Untuk penggunaan counseling ini akan semakin berkembang. Dan bukan hanya kita mengimpor ilmu, tapi kita seharusnya juga bisa meng-export ilmu dari counseling di Indonesia,” Harapnya .
Penulis : Florencya Agatha Damasitha (MP) dan Lina Nur Laili (PLB)