Guru BK Sebagai Garda Terdepan Mencegah Kekerasan di Sekolah Menurut Mahasiswa

fip.unesa.ac.id, SURABAYA––Isu kekerasan di sekolah masih menjadi perhatian penting di dunia pendidikan. Kasus bullying, perundungan, hingga kekerasan psikologis yang menimpa siswa dapat berdampak jangka panjang terhadap perkembangan emosional dan akademik anak. Oleh karena itu, peran guru Bimbingan Konseling (BK) menjadi sangat strategis, tidak hanya sebagai pemberi layanan konseling, tetapi juga sebagai pengawas dan pencegah terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah.

Mahasiswa BK UNESA, Viona Agustin, menegaskan bahwa guru BK memiliki tanggung jawab ganda. “Tugas guru BK bukan hanya menanggapi masalah yang sudah terjadi, tetapi juga mencegah potensi kekerasan sebelum muncul. Melalui pendekatan personal kepada siswa, pengamatan perilaku, dan program edukatif, guru BK bisa menanamkan nilai-nilai empati, toleransi, dan kemampuan mengelola emosi sejak dini,” ujarnya.

Viona menambahkan, salah satu tantangan terbesar guru BK adalah mengenali tanda-tanda awal perilaku agresif, yang sering kali tidak tampak jelas. Oleh karena itu, deteksi dini melalui interaksi rutin, observasi di kelas, dan konseling kelompok menjadi strategi utama. Pendekatan ini tidak hanya membantu siswa yang berpotensi menjadi pelaku, tetapi juga memberikan perlindungan bagi korban yang rawan mengalami kekerasan.

Menurut Viona, peran guru BK juga berkaitan erat dengan pembinaan karakter dan edukasi emosional. Misalnya, melalui kegiatan role-playing, diskusi kelompok, dan simulasi penyelesaian konflik, siswa belajar mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat. Selain itu, guru BK dapat bekerja sama dengan guru kelas, pihak orang tua, serta teman sebaya untuk membangun lingkungan sekolah yang aman dan mendukung.

“Sekolah bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga tempat anak belajar bersosialisasi. Jika lingkungan sekolah aman dan sehat, siswa akan lebih percaya diri, kreatif, dan mampu berkembang secara optimal,” kata Viona. Ia menekankan bahwa pencegahan kekerasan bukan tanggung jawab satu orang, melainkan upaya kolektif yang melibatkan seluruh warga sekolah.

Dalam praktiknya, beberapa sekolah telah menerapkan program anti-bullying, sesi konseling rutin, serta penyediaan ruang aman bagi siswa untuk menyampaikan keluhan. Program ini diharapkan mampu membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya saling menghormati, berempati, dan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan.

Viona menyimpulkan bahwa peran guru BK sebagai garda terdepan dalam pencegahan kekerasan seharusnya terus diperkuat melalui pelatihan profesional, dukungan institusi, serta keterlibatan aktif seluruh komunitas sekolah. Dengan begitu, sekolah dapat menjadi lingkungan yang tidak hanya aman secara fisik, tetapi juga sehat secara psikologis, mendukung tumbuh kembang siswa secara menyeluruh.

Dokumentasi: Pinterest