fip.unesa.ac.id, SURABAYA—Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menerima kunjungan dari SMP Negeri 1 Wonoayu dalam rangka penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan pelaksanaan workshop bertajuk “Pemanfaatan Hasil Psikotest dalam Implementasi Pembelajaran Mendalam untuk Mewujudkan Pendidikan yang Berkualitas” pada Selasa, 23 September 2025, di Auditorium Gedung O1 lantai 2, FIP UNESA.
Dalam sambutannya, Dekan FIP UNESA, Prof. Dr. Mochamad Nursalim, M.Si., menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan langkah strategis dalam mewujudkan pendidikan yang lebih bermakna, adaptif, dan inklusif.
“FIP UNESA berkomitmen untuk terus menjalin sinergi dengan sekolah-sekolah dalam memperkuat kapasitas pendidik. Melalui pelatihan, riset, dan pendampingan, kami berharap dapat berkontribusi nyata terhadap peningkatan mutu pendidikan, khususnya di Kabupaten Sidoarjo,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala SMP Negeri 1 Wonoayu, Lilik Sulistyowati, S.Pd., M.Pd., menyampaikan apresiasi atas sambutan hangat dari FIP UNESA dan kesempatan untuk berkolaborasi dalam bidang pengembangan pembelajaran. Ia menilai kegiatan ini sangat relevan dengan kebutuhan guru dalam memahami potensi dan karakter siswa melalui hasil psikotest.
“Kami berharap kerja sama ini dapat membuka ruang bagi guru-guru kami untuk belajar langsung dari akademisi dan praktisi pendidikan. Dengan memahami hasil psikotest, guru dapat lebih tepat dalam menerapkan strategi pembelajaran yang mendalam dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik,” tuturnya.
Adapun Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo, Dr. Ng. Tirto Adi, M.P., M.Pd., dalam arahannya menekankan pentingnya kepemimpinan kepala sekolah dan inovasi guru sebagai dua kunci utama dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas.
“Kualitas pendidikan di sekolah paling tidak ditentukan oleh dua hal: kepemimpinan kepala sekolah dan inovasi dari para guru dalam mendampingi peserta didik,” tegasnya.

Dalam sesi materi, Dr. Wiryo Nuryono, S.Pd., M.Pd., membahas pentingnya pembentukan karakter positif siswa melalui pembiasaan nilai-nilai agama dan budaya. Ia menjelaskan perbedaan antara kesadaran dan paksaan dalam pendidikan serta potensi resistensi yang muncul jika pembiasaan dilakukan secara keliru. Ia juga memperkenalkan sepuluh “tombol ajaib” untuk menumbuhkan daya perintah dalam diri siswa, yakni kesenangan (joy), kebutuhan (need), kebanggaan (pride), manfaat (benefit), keingintahuan (curiosity), tantangan (challenge), minat (passion), keyakinan (belief), tujuan (purpose), dan makna (meaning).
“Kebiasaan terbentuk dari petunjuk (cue), gairah (craving), tindakan (response), dan ganjaran (reward). Maka buatlah kebiasaan itu jelas, mudah dilakukan, dan memuaskan,” ungkapnya.
Selain sesi workshop, peserta juga berkesempatan mengunjungi Pusat Layanan Disabilitas UNESA untuk mempelajari praktik layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Kegiatan observasi ini menjadi bentuk nyata penguatan nilai-nilai inklusivitas dan empati dalam penerapan pembelajaran di lingkungan sekolah.
Penulis: Nelly Najwa (PGSD)
Dokumentasi: Eliya (MP), Mustika (BK)