FIP UNESA Dukung Mobilitas Internasional Mahasiswa melalui PLP di Thailand

fip.unesa.ac.id, SURABAYA – Dorong mahasiswa berpartisipasi dalam mobilitas internasional, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (FIP UNESA) perluas wawasan akademik dan pengalaman mengajar mahasiswa. Salah satu upaya tersebut diwujudkan melalui program Pengenalan Lingkungan Persekolahan (PLP) di Thailand.

Tahun ini FIP UNESA memberangkatkan empat mahasiswa untuk mengikuti program magang yang diselenggarakan oleh Global Youth Education. Mobilisasi ini didampingi oleh Dr. Ima Widiyanah, M.Pd., sebagai pembimbing dan pengarah mahasiswa selama menjalani kegiatan di luar negeri.

Salah satu mahasiswa FIP UNESA yang mengikuti PLP internasional, Isabel Isnain (PG-PAUD 2022), mengungkapkan bahwa keikutsertaannya dalam program ini didorong oleh ketertarikannya untuk mengamati langsung sistem kurikulum dan metode pembelajaran di Thailand. 

“Banyaknya kegiatan observasi di sekolah lokal menjadi alasan saya memilih PLP internasional. Saya ingin melihat bagaimana penerapan kurikulum dan pembelajaran di sana, lalu mengadaptasinya untuk pendidikan di Indonesia,” ujarnya.

Mahasiswa yang ingin mengikuti PLP luar negeri perlu memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimal 3,0, lulus Tes English Proficiency (TEP), serta mempersiapkan dokumen perjalanan seperti paspor. Hingga saat ini, peserta PLP mengaku tidak mengalami kendala berarti berkat dukungan penuh dari program studi maupun fakultas.

Pembelajaran di ‘Negeri Seribu Pagoda’ jenjang TK hingga SD memiliki jadwal yang cukup unik. Kegiatan dimulai pukul 08.00 dengan upacara pagi, dilanjutkan dengan masuk kelas pada 08.30, dan berakhir pada 15.30. Khusus jenjang TK, terdapat sesi tidur siang yang menjadi bagian dari rutinitas harian siswa.

Dengan adanya program PLP ini, diharapkan mahasiswa UNESA dapat menerapkan praktik baik dari sistem pendidikan Thailand ke dalam pendidikan Indonesia. “Saya berharap pengalaman ini bisa membentuk calon guru yang lebih inovatif dan membawa perubahan positif bagi pendidikan di Indonesia,” tutup Isabel.

Meski demikian, tantangan tetap ada, terutama dalam hal komunikasi. Mengingat mayoritas masyarakat Thailand belum terbiasa berbahasa Inggris, ini menjadikannya hambatan dalam proses mengajar dan sosialisasi. Selain itu, mahasiswa juga perlu beradaptasi dengan budaya setempat, seperti kebiasaan konsumsi makanan yang cenderung lebih pedas dan manis dibandingkan di Indonesia.

Selain tantangan bahasa dan budaya, mahasiswa juga mengalami culture shock terkait penggunaan plastik di Thailand, yang masih sangat masif dibandingkan dengan kebijakan di Indonesia yang mulai mengurangi penggunaan plastik dalam transaksi harian.

Penulis: Dede Rahayu Adiningtyas (PGSD)

Dokumentasi: Isabel Isnain