Dari Scrolling jadi Belajar, Evolusi Media Sosial sebagai Ruang Edukasi yang Dinamis

Pada era digital ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan, terutama generasi muda. Platform-platform ini tidak hanya menyediakan akses mudah ke informasi terkini, tetapi juga menjadi ruang bagi individu untuk berbagi pengetahuan dan perspektif yang beragam. Menurut Data Reportal, pada tahun 2023 terdapat 167 juta pengguna media sosial di Indonesia, dengan 78,5% pengguna internet memiliki setidaknya satu akun media sosial. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat, menandakan bahwa generasi muda semakin terhubung dengan dunia digital. Dalam konteks pendidikan, media sosial telah berevolusi menjadi wadah yang dinamis bagi siswa, guru, dan komunitas pembelajaran untuk berinteraksi, berkolaborasi, dan mengembangkan potensi diri.

Dari sekadar scrolling layar, media sosial telah berevolusi menjadi ruang edukasi yang dinamis. Dahulu, kita mungkin hanya menggunakannya untuk hiburan, berbagi cerita atau foto, atau mengikuti kehidupan orang lain. Namun, seiring perkembangan teknologi dan perubahan pola perilaku pengguna, platform ini mulai menawarkan berbagai fitur dan konten yang mendukung proses belajar. Dengan fitur dan algoritma yang semakin cerdas, media sosial kini dapat menyediakan konten yang lebih relevan sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Hal ini memudahkan penggunanya untuk dapat mengakses informasi dari mulai tutorial dan materi pembelajaran sesuai bidang studi yang diinginkan. Misalnya, jika kita tertarik pada materi biologi, algoritma akan merekomendasikan akun-akun yang menyajikan informasi seputar perkembangbiakan makhluk hidup, kesehatan, dan topik lainnya dalam lingkup biologi.

Selain itu, interaksi di media sosial juga dapat membuka ruang diskusi, bertukar pendapat, atau mengajukan pertanyaan dengan orang-orang yang memiliki minat serupa. Hal tersebut menjadi salah satu bukti bahwa media sosial dapat dijadikan fasilitas pembelajaran. Banyak ahli, peneliti, dan pendidik yang aktif membagikan informasi melalui postingan, video, atau siaran langsung. Berbagai komunitas online juga hadir mendukung minat belajar terhadap topik tertentu, sekaligus membangun jejaring konektivitas.

Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa godaan untuk terus scrolling dan terlarut dalam konten yang tak berujung kerap mengalihkan fokus dari belajar. Namun, dengan kesadaran dan komitmen, media sosial tetap bisa dimanfaatkan sebagai ruang pembelajaran yang produktif. Kini banyak akun edukasi yang menyajikan pengetahuan dan keterampilan secara menarik dan interaktif. Misalnya, akun @Private Al Faiz di YouTube yang sukses menyajikan materi pelajaran secara informatif dan mudah dipahami; @eranitri di TikTok yang membagikan tips belajar Bahasa Inggris, mulai dari verb 1, 2, dan 3, grammar, hingga penggunaan kata; serta @saintifcom yang menyajikan informasi seputar ilmu pengetahuan. Selain itu, banyak pula content creator edukasi yang memanfaatkan fitur Reels di Instagram atau video singkat TikTok untuk menyederhanakan konsep-konsep kompleks. Dengan mengikuti akun-akun semacam ini, kita bukan hanya memperoleh informasi baru, tetapi juga terinspirasi untuk terus belajar dan berkembang. Kuncinya adalah memilih konten yang relevan dengan minat dan tujuan belajar, serta mengatur waktu penggunaan agar tidak mengganggu aktivitas lainnya.

Namun demikian, sebagai pengguna media sosial kita juga perlu cermat menyaring mana konten yang faktual dan mana yang hoaks. Kemampuan berpikir kritis dan kebiasaan memverifikasi informasi menjadi penting sebelum menerimanya sebagai kebenaran. Memilih sumber yang terpercaya dan menghindari penyebaran berita palsu adalah kunci memanfaatkan media sosial secara efektif sebagai ruang edukasi. Dengan demikian, kebiasaan scrolling dapat bertransformasi menjadi peluang berharga untuk memperkaya pengetahuan dan keterampilan. Melalui pemanfaatan fitur-fitur yang ada dan sikap selektif dalam memilih konten, media sosial dapat menjadi perpustakaan pribadi yang selalu terbuka, siap memberikan inspirasi kapan pun.

Penulis: Dyah Ayu Hardiyanti (TP)