Berhenti Sejenak di Tengah Kesibukan: Sebuah Kebutuhan, Bukan Pilihan

Senin pagi, dunia langsung bergerak cepat. Tugas menumpuk, jadwal kuliah bertabrakan, chat dari grup organisasi berdenting tanpa henti. Rasanya, waktu buat sekadar napas saja terasa mahal. Seminggu penuh lewat dalam mode survival: kelas pagi, tugas siang, rapat sore, revisi malam. Semua terasa seperti dipaksa lari tanpa tombol pause.

Di tengah semua itu, tubuh dan pikiran kita sebenarnya diam-diam mencatat kelelahan. Tapi karena saking sibuknya, sinyal-sinyal itu sering kita abaikan. Kita mulai ngantuk terus walau sudah tidur cukup, gampang marah tanpa sebab jelas, atau merasa kosong padahal aktivitas numpuk.

Ini bukan cuma soal “kurang tidur”. Ini soal energi yang bocor pelan-pelan tanpa pernah benar-benar diisi ulang. Makanya, manajemen energi itu penting. Bukan soal nambah kerja keras, tapi soal tahu kapan harus ngegas dan kapan harus ngerem. Kalau dilihat lebih dalam, me time itu sebenarnya bukan buang-buang waktu.

Secara logis, me time adalah bentuk investasi energi. Ini alasannya:

Pertama, selama seminggu penuh, otak dan tubuh kita kerja keras buat ngejar tugas, ngerjain proyek kuliah, sampai ngurus organisasi. Setiap aktivitas itu butuh energi, bukan cuma fisik, tapi juga mental. Pelan-pelan, energi habis tanpa kita sadar.

Kedua, energi itu sifatnya bisa habis. Sama kayak baterai HP: makin sering dipakai tanpa di-charge, makin cepat ngedrop. Kalau dibiarkan terus, performa otak dan tubuh mulai anjlok—kita jadi lambat mikir, gampang panik, dan makin sering salah langkah.

Ketiga, me time berfungsi kayak charger. Dengan berhenti sejenak, tubuh dan pikiran dikasih kesempatan buat regenerasi energi. Bukan sekadar tidur, tapi juga mengolah emosi, nenangin kepala, dan ngerapiin prioritas yang mulai berantakan.

Keempat, setelah energi pulih lewat me time, kita bisa balik lagi ke rutinitas dengan fokus yang lebih tajam, mood yang lebih stabil, dan produktivitas yang lebih sehat.

Waktu yang diambil buat me time sebenarnya bukan hilang, tapi bakal balik lagi dalam bentuk performa yang lebih solid. Kalau diibaratkan, me time itu kayak ngasih pit stop buat mobil F1. Bukan berarti balapannya berhenti, justru itu cara supaya mobilnya kuat sampai garis finish.

Jadi, kalau minggu ini kamu udah jungkir balik antara tugas, deadline, rapat, dan revisi, jangan merasa bersalah buat peluk diri sendiri sebentar. Tugas bisa menunggu, organisasi bisa disesuaikan, tetapi tubuh dan pikiranmu? Hanya kamu yang bisa jaga.

Karena dalam hidup yang makin ngebut kayak sekarang, berhenti sejenak itu bukan tanda lemah. Itu tanda kamu ngerti cara bertahan. Yang penting, setelah recharge, tetap kembali on track untuk menyelesaikan semua tanggung jawab. Karena pada akhirnya, tujuan utama kita tetap: berkuliah dengan sebaik-baiknya.

Penulis: Rendy Maulana Yaqin (TP)

Sumber foto: canva ai